Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi telah mengalami perkembangan pesat yang memengaruhi hampir semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang pendidikan. Santri—para pelajar yang mendalami pendidikan agama Islam di pesantren—tidak terlepas dari pengaruh ini.
Seiring berjalannya waktu, santri mulai menghadapi tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh kemajuan teknologi. Integrasi teknologi dalam pendidikan pesantren bukan hanya sebuah tren, melainkan kebutuhan yang tak terelakkan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.
Namun, bagaimana sebenarnya posisi santri dalam menghadapi perkembangan teknologi ini? Apakah teknologi membawa manfaat atau justru menghadirkan tantangan baru dalam menjaga tradisi pendidikan pesantren? Melihat perkembangan teknologi sekarang, perlukah santri mengenal teknologi? Seperti yang diketahui bahwa teknologi menjadi sarana untuk menyediakan barang-barang yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia.
Berikut adalah beberapa pandangan penulis yang menjelaskan hubungan antara santri dan teknologi, serta bagaimana keduanya dapat saling mendukung dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik dan relevan di era modern ini.
Teknologi sebagai Alat Pendukung Pembelajaran di Pesantren
Sejak dahulu, pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan tradisional yang mengajarkan ilmu agama, khususnya ilmu keislaman seperti fikih, hadits, tafsir, dan bahasa Arab. Pendidikan di pesantren sering kali menggunakan kitab-kitab klasik atau yang dikenal sebagai kitab kuning sebagai sumber utama. Namun, dengan hadirnya teknologi, sumber-sumber ilmu pengetahuan kini dapat diakses dengan lebih mudah dan lebih luas. Banyak pesantren yang sudah mulai memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran para santri.
Contoh yang paling sederhana adalah penggunaan perangkat seperti laptop, proyektor, dan internet sebagai sarana pembelajaran di dalam kelas. Kitab-kitab kuning yang dulunya hanya tersedia dalam bentuk cetak, kini sudah dapat diakses secara digital melalui aplikasi atau situs web.
Teknologi ini tidak hanya memudahkan proses pembelajaran, tetapi juga memperluas akses para santri ke sumber daya pendidikan yang lebih banyak dan bervariasi. Melalui teknologi, santri tidak hanya terbatas pada kitab yang ada di perpustakaan pesantren, tetapi juga dapat mengakses ribuan buku elektronik, artikel, ceramah, dan materi pelajaran lainnya dari seluruh dunia.
Lebih dari itu, teknologi juga memungkinkan pembelajaran jarak jauh atau e-learning. Selama pandemi Covid-19, misalnya, banyak pesantren yang memanfaatkan platform pembelajaran daring seperti Zoom, Google Classroom, atau aplikasi pesan lainnya untuk melanjutkan proses pembelajaran meskipun secara fisik para santri tidak dapat hadir di pesantren. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi tidak hanya sekadar alat bantu, tetapi juga dapat menjadi solusi ketika menghadapi situasi-situasi darurat yang menuntut fleksibilitas dalam belajar.
Peran Santri sebagai Pengguna dan Pencipta Teknologi
Selain menjadi pengguna teknologi, santri juga memiliki potensi untuk berperan sebagai pencipta atau pengembang teknologi yang relevan dengan kebutuhan umat Islam.
Di beberapa pesantren modern, pelajaran teknologi informasi mulai diperkenalkan kepada para santri. Mereka diajarkan keterampilan seperti coding, desain grafis, dan pengembangan aplikasi, yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan inovasi berbasis teknologi yang islami.
Sebagai contoh, beberapa santri yang sudah menguasai teknologi informasi mulai mengembangkan aplikasi Al-Quran digital, aplikasi pengingat waktu salat, atau bahkan platform pembelajaran daring yang berbasis syariah. Ini menunjukkan bahwa santri tidak hanya berperan sebagai pengguna pasif teknologi, tetapi juga dapat berinovasi untuk memenuhi kebutuhan umat Islam dalam era digital. Dengan demikian, pendidikan di pesantren bukan hanya terbatas pada ilmu agama saja, tetapi juga mencakup keterampilan praktis yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari di dunia modern.
Teknologi sebagai Alat Dakwah Digital
Salah satu peluang terbesar yang dihadirkan oleh teknologi bagi santri adalah dalam hal dakwah. Dakwah atau penyebaran ajaran Islam kini tidak lagi terbatas pada majelis atau mimbar di masjid. Dengan adanya internet dan media sosial, dakwah dapat dilakukan secara digital dan menjangkau audiens yang jauh lebih luas.
Banyak santri yang menggunakan media sosial seperti YouTube, Instagram, atau TikTok untuk menyebarkan ceramah, mengaji, atau bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar agama dari masyarakat. Dengan memanfaatkan teknologi ini, pesan-pesan Islam dapat disampaikan dengan cara yang lebih kreatif dan menarik, sehingga lebih mudah diterima oleh generasi muda yang sangat akrab dengan dunia digital.
Lebih dari itu, teknologi juga memungkinkan dakwah lintas batas. Santri yang berbahasa Arab atau Inggris, misalnya, dapat menyampaikan dakwah mereka kepada audiens internasional. Ini adalah sebuah peluang besar yang tidak mungkin terjadi di masa lalu, ketika dakwah hanya terbatas pada jangkauan fisik. Dengan internet, dakwah dapat disebarkan ke seluruh dunia dalam hitungan detik.
Namun, dakwah digital ini juga menghadirkan tantangan tersendiri, yaitu soal konten yang berkualitas. Tidak semua dakwah yang disebarkan melalui internet memiliki kualitas yang baik atau sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, santri yang terlibat dalam dakwah digital harus memiliki pemahaman yang kuat tentang agama, serta keterampilan dalam menggunakan teknologi dengan bijak dan bertanggung jawab.
Tantangan Penggunaan Teknologi bagi Santri
Meskipun teknologi memberikan banyak manfaat, penggunaan teknologi di kalangan santri juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kecanduan gadget. Di era modern ini, godaan untuk terus-terusan menggunakan smartphone atau media sosial sangat besar, bahkan bagi santri yang seharusnya lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan beribadah. Kecanduan teknologi ini dapat mengganggu konsentrasi mereka dalam belajar, dan lebih jauh lagi dapat mengikis disiplin yang menjadi ciri khas pendidikan pesantren.
Selain itu, paparan terhadap konten negatif di internet juga menjadi salah satu tantangan besar. Meski ada banyak konten pendidikan yang bermanfaat, internet juga penuh dengan informasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, pesantren perlu memberikan bimbingan kepada santri tentang literasi digital dan etika berinternet, agar mereka dapat menggunakan teknologi dengan bijak dan produktif.
Kesenjangan Akses Teknologi di Pesantren
Tidak semua pesantren memiliki akses yang sama terhadap teknologi. Pesantren di kota-kota besar biasanya lebih mudah mengakses internet, perangkat teknologi, dan pelatihan yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan digital. Sementara itu, pesantren di daerah pedesaan atau terpencil mungkin masih mengalami keterbatasan akses terhadap teknologi ini.
Kesenjangan akses ini dapat memengaruhi kesempatan belajar para santri, sehingga penting bagi pemerintah atau lembaga terkait untuk membantu penyediaan infrastruktur teknologi yang merata di seluruh pesantren di Indonesia.
Integrasi Teknologi dengan Nilai-Nilai Keislaman
Bagi pesantren, tantangan utama dalam mengadopsi teknologi adalah memastikan bahwa teknologi yang digunakan tetap sejalan dengan nilai-nilai keislaman. Beberapa pesantren khawatir bahwa teknologi dapat membawa pengaruh negatif, seperti budaya asing yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, pesantren perlu bijak dalam memilih teknologi yang akan diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan mereka.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, hubungan antara santri dan teknologi adalah hubungan yang penuh dengan peluang dan tantangan. Di satu sisi, teknologi dapat meningkatkan kualitas pendidikan santri, memperluas akses informasi, dan membuka peluang baru dalam dakwah digital. Di sisi lain, penggunaan teknologi juga harus diiringi dengan bimbingan yang tepat agar santri dapat memanfaatkannya secara bijak dan tidak terjebak dalam sisi negatifnya.
Pesantren memiliki peran penting dalam membimbing santri agar dapat mengintegrasikan teknologi dengan nilai-nilai Islam, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa melupakan identitas keislamannya. (*)
Opini Karya: Suryana Saputra, M. Pd – Guru MTs. Al-Fathimiyah |