Peresensi mengenal nama Wahid Hasyim dari nama sekolah menengah pertama almamater peresensi, yakni SMP A Wahid Hasyim, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Kala itu di tahun 91-an peresensi masih belum terlalu ngeh. Hanya tahu beliau adalah putra Hadratussyaikh Mbah Hasyim Asy’ari dari sejarah Tebuireng yang disampaikan di acara orientasi santri baru Tebuireng.
Bertahun kemudian, peresensi “menemukan” buku ini washilah seorang teman sekitar tahun 2020-an. Al hasil, setelah “melahap” buku ini, pengetahuan peresensi soal Kiai Wahid Hasyim seolah terlengkapi.
Buku ini merupakan bagian dari Seri Buku Tempo yang mengulas sejarah dan profil tokoh-tokoh Republik Indonesia. Edisi ini mengulas tokoh Islam di awal kemerdekaan.
Seperti biasa, Tempo selalu menyajikan tulisan yang “enak dibaca dan perlu”. Termasuk saat membaca buku ini. Detil-detil kecil yang mungkin luput dari amatan kebanyakan kita, tersampaikan dalam buku ini melalui bahasa yang ringan dan mengalir.
Kiai Wahid, demikian beliau biasa disapa, merupakan tokoh pembaru pesantren. Setelah nyantri di sejumlah pesantren di Jawa Timur dan menuntut ilmu di Negeri Arab, ayah Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini mengubah sistem pendidikan Pesantren Tebuireng dengan memasukkan pendidikan umum.
Kepiawaian K.H. Wahid Hasyim dalam berorganisasi dan berpolitil membuat beliau dipilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Saat itu beliau masih berusia 31 tahun. (*)
Peresensi: H. Bangga Heriyanto, S. Sos | |
Judul Buku | Wahid Hasyim, Untuk Republik Dari Tebuireng |
Penulis | Redaksi Tempo |
Edisi | Cetakan Keempat, April 2018 |
Penerbit | KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta |
Halaman | 132 |
Dimensi | 16 x 23 cm |