17 Januari 2025 22:21
Contoh paling sederhana tetapi bermakna amat besar adalah setiap hari Senin rutin dilaksanakan upacara bendera dan istighotsah secara bersamaan. Hal ini merupakan ikhtiar untuk merawat nilai-nilai nasionalisme dan religius di kalangan pelajar.

Kehadiran era globalisasi pada saat ini tidak bisa dihindari lagi. Globalisasi merupakan sebuah proses menyatunya kegiatan negara seperti politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi di seluruh dunia. Sebagai bangsa timur, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beradab yang memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia seperti gotong royong, saling membantu, saling menghormati, dan lain-lain.

Pada zaman sebelum kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai sosok Bapak Pendidikan dengan sekolah Taman Siswa-nya. Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan bukanlah semata-mata membuat anak menjadi pintar, tetapi lebih dari itu, untuk menjadikan manusia yang sempurna dengan memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin atau karakter), pikiran dan tubuh anak.

Banyak negara lain hancur bahkan sampai saat ini masih terjadi konflik. Salah satunya dipicu karena kelompok-kelompok tertentu merasa paling negarawan namun tidak ada nilai-nilai religius. Atau sebaliknya, sok agamis namun rasa cinta kepada negaranya tidak ada.

Bersyukur Indonesia sebagai negara yang besar mampu menyatukan keduanya (nasionalis dan religius) sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Hal tersebut karena tertanam oleh para pendiri bangsa. Seperti para ulama, kiai, dan santri bersepakat untuk memupuk rasa kesatuan, dan diajarkan di lingkungan pendidikan kepada para santri demi menjaga dan merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Seperti halnya lembaga pendidikan di lingkungan Yayasan Pendidikan Islam Al-Fathimiyah.

Sejak awal berdiri tahun 1992 hingga saat ini konsisten menerapkan sikap-sikap nasionalis dan religius di lembaga pendidikan, mulai dari Raudhatul Athfal (RA), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT), Madrasah Diniyah Takmiliyah Ulya (MDTU), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai lembaga pendidikan berbasis pesantren.

Contoh paling sederhana tetapi bermakna amat besar adalah setiap hari Senin rutin dilaksanakan upacara bendera dan istighotsah secara bersamaan. Hal ini merupakan ikhtiar untuk merawat nilai-nilai nasionalisme dan religius di kalangan pelajar.

Misalnya, setiap hari Senin santri putra MTs, MA, dan SMK melaksanakan kegiatan istighotsah di Masjid Al-Fathimiyah, sedangkan santri putri MTs, MA, dan SMK melaksanakan upacara bendera di lapangan Al-Fathimiyah. Demikian seterusnya dilakukan secara continue bergantian.

Hal tersebut senantiasa dijaga oleh lembaga pendidikan di lingkungan Al-Fathimiyah, sesuai amanat para pendiri untuk tidak memisahkan antara sikap nasionalis dan religius. Baiknya hal tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan lain di luar Al-Fathimiyah.

Upacara bendera setiap Senin pagi merupakan salah satu bentuk menghargai jasa para pahlawan. Selain itu juga memupuk dan menumbuhkan jiwa nasionalisme bagi para peserta didik. Sedangkan istighotsah wujud penerapan nilai karakter dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang religius.

Terakhir, saya juga memberikan saran kepada semua pihak yang terkait dengan pendidikan karakter. Lembaga-lembaga pendidikan Islam hendaknya tidak mengajarkan kepada muridnya sikap fanatisme buta dalam bermazhab, karena sikap fanatisme buta ini sangat rentan terhadap konflik.

Apa yang telah dicontohkan oleh Al-Fathimiyah melalui penyelenggaraan istighotsah dan upacara bendera secara bersamaan dan bergantian, patut diapresiasi sebagai ikhtiar untuk menjaga keseimbangan antara sikap nasionalisme dan religius. Sehingga penerus bangsa kita dapat mengupayakan kehidupan yang harmonis di masa yang akan datang. (*)

Opini Karya: Suryana Saputra, M. Pd – Operator Sekolah MTs. Al-Fathimiyah
Open chat
INFORMASI PENDAFTARAN
Assalamu'alaikum wr. wb...
Klik OPEN CHAT untuk Informasi PSB via Whatsapp